selamat datang

Boy jadikanlah langkah dalam hidupMu adalah untuk menuju MATI

Selasa, 19 Juli 2011



Hilal 1 Ramadhan 1432H Kapan Awal Puasa 2011 Live Streaming Youtube Penentuan Tanggal Mulai Puasa Ramadhan 2011. Jadwal puasa 2011 - Gerhana bulan total 16 Juni 2011 bisa disaksikan live streaming. Tak hanya untuk mengamati gerhana saja, pada saat menyaksikan hilal pada 30 Juli mendatang, live streaming pun akan dipakai. Jadi masyarakat bisa melihat langsung hilal, untuk menentukan kapan 1 Ramadhan 1432 awal puasa 2011 jatuh tanggal berapa. Lihat Jadwal Puasa 2011 1432H Sunnah dan Wajib Sambut Puasa Ramadhan 1432 H Tahun 2011 dan Aneka SMS indah ucapan selamat Puasa 2011 Sms-sma sambut bulan Ramadhan 1432H.

Menurut Direktur Observatorium Bosscha Hakim L Malasan, sebenarnya live streaming pada gerhana bulan total 16 Juni mendatang merupakan ujicoba untuk hilal nanti. "Mulai tahun ini masyarakat luas bisa menyaksikan secara livestreaming hilal. Ini kerjasama dengan Kominfo dan beberapa observatorium yang ada di Indonesia serta Lapan," terangnya kepada detikbandung melalui telepon, Selasa (7/6/2011).

Menurutnya sejak 2007, penampakan hilal sudah bisa disaksikan melalui live streaming, namun masih untuk kalangan terbatas. Sebab untuk melihat live streaming dibutuhkan alat khusus lagi.

"Kalau sekarang lebih enteng. Live streamingnya bisa masuk YouTube juga. Jadi siapapun warga yang mengakses internet, bisa mengakses live streaming gerhana maupun hilal nanti," ujarnya.

Hakim mengatakan sengaja dilakukan live streaming untuk melihat hilal agar masyarakat luas menjadi paham mengenai apa itu hilal yang kerap diperbincangkan jika menjelang ramadhan.

"Jadi masyarakat tuh tahu apa sih hilal itu. Ya ini untuk menambah wawasan masyarakat," katanya.

Untuk live streaming, masyarakat bisa melihatnya di depkominfo.go.id atau bisa dilihat di bossca.itb.ac.id detik.com
»»  read more

Jumat, 06 Mei 2011

Cara untuk menghilangkan pikiran kotor atau zina

Cara untuk menghilangkan pikiran kotor atau zina dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut: (sumber Oleh: Ustadz Dr. Ali Musri)
Pertama,
Menjauhi segala sebab yang dapat menimbulkan hal tersebut seperti menonton film, membaca cerita porno atau berita tentang terjadinya pemerkosaan, begitu juga melihat gambar porno, serta menjaga pandangan dari melihat wanita (apa lagi di negeri kita porno aksi sebagai santapan yang biasa dinikmati), semoga Allah melindungi kita dari fitnah wanita dan fitnah dunia.

Kedua,
Mengambil pelajaran dari kisah para nabi atau orang sholeh yang mampu menjaga diri ketika dihadapkan kepada fitnah wanita, seperti kisah nabi Yusuf alaihissalam, betapa beliau saat digoda oleh wanita yang bangsawan lagi cantik, tapi hal itu tidak mampu menebus tembok keimanan beliau, bahkan beliau memilih untuk ditahan dari pada terjerumus ke dalam maksiat.
Ketiga,
Ingat akan besarnya pahala diri di sisi Allah yang dijanjikan bagi orang yang mampu menjaga kehormatan diri sebagaimana yang disebutkan dalam hadits tujuh golongan yang akan mendapat naungan dari Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan Allah disebutkan di antaranya adalah seorang pemuda yang diajak untuk melakukan zina oleh seorang wanita cantik lagi bangsawan, anak muda itu menjawab: “Aku takut pada Allah”. Di samping mengingat tentang balasan yang akan diterimanya dalam surga yaitu bidadari yang senyumnya berkilau bagaikan cahaya, silakan baca bagaimana kecantikan bidadari yang diceritakan Allah dalam Al Quran.
Keempat,
Ingat betapa besarnya azab yang akan diterima bagi orang yang melakukan zina silakan baca ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengharamkan zina, seperti yang disebutkan dalam hadits bawa para pezina akan diazab dalam gerbong yang berbentuk kerucut, yang arah kuncupnya ke atas di bawahnya dinyalakan api bergelora dan membara, mereka melayang-layang dalam gerbong yang berbentuk kerucut tersebut karena disembur api dari bawah, tapi tidak bisa keluar karena lobang atas gerbong itu sangat kecil. Mereka berteriak dan memekik sekuat-kuatnya, sehingga pekik satu sama lainnya pun menyiksa. Semoga Allah menjauhkan kita dari api neraka.
Kelima,
Menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat, jangan banyak menyendiri dan berkhayal. Di samping selalu berdoa kepada Allah supaya dihindarkan dari berbagai maksiat.
Keenam,
Bila memiliki kemampuan untuk berkeluarga ini adalah jalan yang paling terbaik yang dianjurkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, bila tidak mampu maka usahakan berpuasa Senin Kamis,
Adapun hadist dan Qur’an yg menguatkan :
“Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya. ” (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang artinya,”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya. ” (QS. an-Nur: 31) juga… Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari & Muslim) Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari)
wallahu a’lam bi showab.
»»  read more

Jumat, 29 April 2011

Ya Allah, hisablah aku Dengan Hisab yang Mudah

hisab_mudah_doaSebuah doa yang patut kita hafal dan amalkan demi meraih kemudaan saat dihisab di akhirat kelak.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ فِى بَعْضِ صَلاَتِهِ « اللَّهُمَّ حَاسِبْنِى حِسَاباً يَسِيرًا ». فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ مَا الْحِسَابُ الْيَسِيرُ قَالَ « أَنْ يَنْظُرَ فِى كِتَابِهِ فَيَتَجَاوَزَ عَنْهُ إِنَّهُ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَوْمَئِذٍ يَا عَائِشَةُ هَلَكَ وَكُلُّ مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ يُكَفِّرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةُ تَشُوكُهُ »
Dari Aisyah, ia berkata, saya telah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada sebagian shalatnya membaca, "Allahumma haasibnii hisaabay yasiiroo (Ya Allah hisablah aku dengan hisab yang mudah).” Ketika beliau berpaling saya bekata, "Wahai Nabi Allah, apa yang dimaksud dengan hisab yang mudah?" Beliau bersabda, "Seseorang yang Allah melihat kitabnya lalu memaafkannya. Karena orang yang diperdebatkan hisabnya pada hari itu, pasti celaka wahai Aisyah. Dan setiap musibah yang menimpa orang beriman Allah akan menghapus (dosanya) karenanya, bahkan sampai duri yang menusuknya." [1]
Yang dimaksud dengan do’a tersebut diterangkan dalam hadits di atas. Maksud “hisab yang mudah” adalah saat di mana dosa-dosa seorang mukmin di hadapkan pada Allah, lalu ia pun mengakui dosa-dosanya itu. Kemudian setelah itu Allah mengampuni dosa-dosanya setelah ia bersendirian dengan Allah dan tidak ada seorang pun yang melihatnya ketika itu.
Dari Shafwan bin Muhriz bahwa seorang laki-laki pernah bertanya kepada Ibnu Umar, "Bagaimana Anda mendengar sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang An Najwa (bisikan di hari kiamat)?" Ibnu Umar menjawab,
يَدْنُو أَحَدُكُمْ مِنْ رَبِّهِ حَتَّى يَضَعَ كَنَفَهُ عَلَيْهِ فَيَقُولُ عَمِلْتَ كَذَا وَكَذَا . فَيَقُولُ نَعَمْ . وَيَقُولُ عَمِلْتَ كَذَا وَكَذَا . فَيَقُولُ نَعَمْ . فَيُقَرِّرُهُ ثُمَّ يَقُولُ إِنِّى سَتَرْتُ عَلَيْكَ فِى الدُّنْيَا ، فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ
"Yaitu salah seorang dari kalian akan mendekat kepada Rabb-nya. Kemudian Dia meletakkan naungan-Nya di atasnya. Kemudian Dia berfirman, "Apakah kamu telah berbuat ini dan ini?" Hamba itu menjawab, "Ya, benar." Dia berfirman lagi, "Apakah kamu telah melakukan ini dan ini?" Hamba itu menjawab, "Ya, benar." Dia pun mengulang-ulang pertanyannya, kemudian berfirman, "Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa-dosa tadi (merahasiakannya) di dunia dan pada hari ini aku telah mengampuninya bagimu."[2]
Inilah yang dimaksudkan dengan hisab yang mudah di mana dosa-dosa seorang hamba yang beriman itu dimaafkan.
Moga Allah mudahkan bagi kita untuk mendapatkan kemudahan hisab semacam ini di akhirat kelak saat hari perhitungan. Aamiin Yaa Mujibad Du’aa’.
»»  read more

Hukum Mengusap Wajah Setelah Berdoa

 
mengusap_wajah_doaSegala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Kami sengaja mengangkat tema ini, karena ada faedah yang berharga yang kami dapatkan dari ulama besar Saudi Arabia (Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah) yang sikap beliau jauh berbeda dalam menyikapi hal ini. Artinya beliau menyikapinya jauh berbeda dengan sebagian orang yang mengatakan bid’ah dan sesat. Mengenai mengusap wajah setelah berdo’a kami sendiri sudah yakin bahwa itu tidak disyari’atkan karena kebanyakan ulama menilai bahwa haditsnya lemah. Sehingga jika lemah, tentu saja tidak perlu diamalkan. Namun bagaimana mengingkari orang lain yang masih mengamalkan hal ini? Kita dapat lihat ulama besar yang sudah ma’ruf bagaimana keilmuannya mengatakan bahwa tidak perlu bersikap keras dalam mengingkarinya. Mari kita lihat bahasan berikut. Moga bermanfaat.
Hadits Mengusap Wajah Setelah Do’a
Mengenai hadits tersebut di antaranya disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Bulughul Marom
وَعَنْ عُمَرَ - رضي الله عنه - قَالَ: - كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا مَدَّ يَدَيْهِ فِي اَلدُّعَاءِ, لَمْ يَرُدَّهُمَا, حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ - أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ
Dari ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membentangkan tangannya ketika berdo’a, beliau tidak menurunkannya sampai beliau mengusap kedua tangan tersebut ke wajahnya.
Hadits ini dikeluarkan oleh At Tirmidzi. Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini memiliki penguat, yaitu dari hadits Ibnu ‘Abbas yang dikeluarkna oleh Abu Daud. Yang keseluruhan jalannya menunjukkan bahwa hadits tersebut hasan.
Sedangkan ulama lain mendhoifkan hadits di atas. Adz Dzahabi mengatakan bahwa dalam hadits tersebut terdapat Hammad dan dia termasuk perowi yang dho’if (lemah)[1]. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if jiddan (lemah sekali).[2]
Penilaian Para Ulama Mengenai Mengusap Wajah Setelah Do’a
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata,
لا يعرف هذا ، أنه كان يَمسح وجهه بعد الدعاء إلا عن الحسن .
Aku tidak mengtahui hadits yang shahih tentang amalan ini. Hanya Al Hasan yang mengusap wajah setelah do’a.[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَأَمَّا رَفْعُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ : فَقَدْ جَاءَ فِيهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ صَحِيحَةٌ وَأَمَّا مَسْحُهُ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ فَلَيْسَ عَنْهُ فِيهِ إلَّا حَدِيثٌ أَوْ حَدِيثَانِ لَا يَقُومُ بِهِمَا حُجَّةٌ
Adapun mengangkat tangan saat berdo’a dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam banyak hadits yang menerangkan hal ini. Adapun mengusap wajah setelah do’a, tidak ada yang menerangkan hal ini kecuali satu atau dua hadits yang tidak bisa dijadikan hujjah (alasan).[4]
Al ‘Izz bin ‘Abdis Salam rahimahullah berkata,
ج. قال العز بن عبد السلام : ولا يمسح وجهه بيديه عقيب الدعاء إلا جاهل .
Tidak ada yang mengusap wajah dengan kedua tangan setelah do’a kecuali orang yang jahil (bodoh).[5]
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah ditanya,
ما حكم مسح الوجه باليدين بعد الدعاء وخاصة بعد دعاء القنوت وبعد النوافل ؟
Apa hukum mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdo’a, khususnya setelah do’a qunut atau do’a setelah shalat sunnah?
Beliau rahimahullah menjawab,
حكمه أنه مستحب ؛ لما ذكره الحافظ في البلوغ في باب الذكر والدعاء ، وهو آخر باب في البلوغ أنه ورد في ذلك عدة أحاديث مجموعها يقضي بأنه حديث حسن ، وفق الله الجميع والسلام عليكم.
Hukumnya adalah disunnahkan sebagaimana hadits yang disebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajr dalam kitab Bulughul Marom Bab Dzikr wa Du’a. Bab tersebut adalah akhir bab dalam Bulughul Marom. Hal ini dijelaskan dalam beberapa hadits yang semuanya jika dikumpulkan mencapai derajat hasan. Semoga Allah memberi taufik pada kalian seluruhnya, was salaamu ‘alaikum.[6]
Dalam soal yang lain Syaikh Ibnu Baz rahimahullah ditanya,
سمعت أن المسح على الوجه بعد الدعاء بدعة، وأن تقبيل القرآن الكريم بدعة، أفيدونا عن ذلك؟ جزاكم الله خيراً.
Aku pernah mendengar ada yang mengatakan bahwa mengusap wajah setelah berdo’a termasuk bid’ah. Berilah kami kejelasan dalam hal ini. Jazakallah khoiron.
مسح الوجه بعد الدعاء ليس بدعة، لكن تركه أفضل للأحاديث الضعيفة وقد ذهب جماعة إلى تحسينها؛ لأنها من باب الحسن لغيره، كما ذلك الحافظ بن حجر -رحمه الله- في آخر بلوغ المرام، وذكر ذلك آخرون، فمن رآها من باب الحسن استحب المسح، ومن رآها من قبيل الضعيف لم يستحب المسح، والأحاديث الصحيحة ليس فيها مسح الوجه بعد الدعاء، الأحاديث المعروفة في الصحيحين، أو في أحدهما في أحد الصحيحين ليس فيها مسح، إنما فيها الدعاء، فمن مسح فلا حرج، ومن ترك فهو أفضل؛ لأن الأحاديث التي في المسح بعد الدعاء مثلما تقدم ضعيفة، ولكن من مسح فلا حرج، ولا ينكر عليه، ولا يقال بدعة،
Perlu diketahui bahwa mengusap wajah setelah shalat bukanlah bid’ah. Akan tetapi meninggalkannya itu afdhol (lebih utama) karena dho’ifnya hadits-hadits yang menerangkan hal ini. Namun sebagian ulama telah menghasankan hadits tersebut karena dilihat dari jalur lainnya yang menguatkan. Di antara ulama yang menghasankannya adalah Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam akhir kitabnya Bulughul Marom. Demikian pula dikatakan ulama yang lainnya. Barangsiapa yang berpendapat  bahwasanya haditsnya hasan, maka disunnahkan baginya untuk mengusap wajah. Sedangkan yang mendho’ifkannya, maka tidak disunnahkan baginya untuk mengusap wajah. Namun tidak ada hadits shahih yang menganjurkan mengusap wajah sesudah do’a. Begitu pula hadits yang telah ma’ruf dalam Bukhari Muslim atau salah satu dari keduanya tidak membicarakan masalah mengusap wajah setelah do’a, yang dibicarakan hanyalah masalah do’a. Siapa saja yang mengusap wajah setelah do’a, tidaklah mengapa. Namun meninggalkannya, itu lebih afdhol. Karena sebagaimana dikatakan tadi bahwa hadits-hadits yang membicarakan hal itu dho’if. Namun yang mengusapnya sekali lagi, tidaklah mengapa. Hal ini pun tidak perlu diingkari dan juga tidak perlu dikatakan bid’ah.[7]
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya,
ما حكم مسح الوجه باليدين بعد الدعاء؟
Apa hukum mengusap wajah dengan kedua tangan setelah shalat?
Beliau rahimahullah menjawab,
يرى بعض أهل العلم أنه من السنة، ويرى شيخ الإسلام أنه من البدعة، وهذا بناءً على صحة الحديث الوارد في هذا، والحديث الوارد في هذا قال شيخ الإسلام: إنه موضوع. يعني: مكذوب على الرسول صلى الله عليه وسلم. والذي أرى في المسألة: أن من مسح لا ينكر عليه، ومن لم يمسح لا ينكر عليه،
Sebagian ulama memang mengatakan bahwa hal ini termasuk sunnah (dianjurkan). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sendiri menganggap perbuatan ini termasuk bid’ah (hal yang mengada-ada dalam agama). Bisa terjadi perbedaan semacam ini karena adanya perbedaan dalam menshahihkan hadits dalam masalah tersebut. Syaikhul Islam sendiri mengatakan bahwa hadits yang membicarakan hal ini mawdhu’ (palsu), yaitu diriwayatkan oleh perowi yang berdusta atas nama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan aku sendiri berpandangan bahwa orang yang mengusap wajah (seusai do’a) tidak perlu diingkari. Begitu pula orang yang tidak mengusap wajah, juga tidak perlu diingkari.[8]
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam perkataannya yang lain mengatakan,
مسح الوجه باليدين بعد الدعاء الأقرب أنه غير مشروع؛ لأن الأحاديث الواردة في ذلك ضعيفة، حتى قال شيخ الإسلام - رحمه الله تعالى -: إنها لا تقوم بها الحجة.
... وإذا لم نتأكد أو يغلب على ظننا أن هذا الشيء مشروع فإن الأولى تركه؛ لأن الشرع لا يثبت بمجرد الظن إلا إذا كان الظن غالباً.
... فالذي أرى في مسح الوجه باليدين بعد الدعاء أنه ليس بسنة، والنبي صلى الله عليه وسلم كما هو معروف دعا في خطبة الجمعة بالاستسقاء ورفع يديه(1) ولم يرد أنه مسح بهما وجهه، وكذلك في عدة أحاديث جاءت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه دعا ورفع يديه ولم يثبت أنه مسح وجهه.
Mengusap wajah dengan kedua tangan setelah do’a yang lebih tepat, amalan tersebut bukanlah suatu yang dianjurkan. Karena hadits yang menerangkan hal ini dho’if. Sampai-sampai Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadits tersebut tidaklah bisa dijadikan hujjah (karena dho’ifnya, pen). Jika memang menurut perasaan kita hal itu benar-benar tidak dianjurkan, maka yang utama adalah meninggalkan amalan tersebut. Karena amalan tidaklah dibangun dengan hanya sekedar perasaan kecuali jika perasaan tersebut benar-benar kuat. Aku pun berpendapat bahwa mengusap wajah sesudah do’a dengan kedua tangan bukanlah termasuk yang disunnahkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang telah ma’ruf dalam khutbah Jum’at dan shalat Istisqo’, beliau berdo’a dengan mengangkat tangan. Namun ketika itu tidak didapati kalau beliau mengusap wajah setelah do’a. Begitu pula dalam beberapa hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dijelaskan bahwa beliau berdo’a dengan mengangkat kedua tangan namun tidak shahih jika dikatakan bahwa beliau mengusap wajah.[9]
Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah ditanya, “Apa hukum mengusap wajah setelah berdo’a?”
Jawaban beliau hafizhohullah, “Hadits yang membicarakan amalan tersebut tidak shahih. Namun siapa yang mengamalkan hal ini tidak perlu diingkari. Akan tetapi, yang tidak mengusap wajah setelah berdo’a, itulah yang ahsan (lebih baik).”[10]
Penutup
Nasehat terakhir dari Syaikh Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan hafizhohullah, kami rasa sudah cukup sebagai kesimpulan. Artinya hadits yang membicarakan amalan ini dho’if, sehingga tidak perlu diamalkan. Namun tidak perlu ada ingkaru mungkar dalam hal ini karena haditsnya pun masih diperselisihkan dho’if atau hasannya. Yang tidak mengamalkan mengusap wajah sesudah berdo’a, itulah yang lebih baik. Wallahu waliyyut taufiq.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
»»  read more

51 Keutamaan Dzikir

keutamaan_dzikirSegala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Berikut adalah keutamaan-keutamaan dzikir yang disarikan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya Al Wabilush Shoyyib. Moga bisa menjadi penyemangat bagi kita untuk menjaga lisan ini untuk terus berdzikir, mengingat Allah daripada melakukan hal yang tiada guna.

(1) mengusir setan. (2) mendatangkan ridho Ar Rahman.
(3) menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.
(4) hati menjadi gembira dan lapang.
(5) menguatkan hati dan badan.
(6) menerangi hati dan wajah menjadi bersinar.
(7) mendatangkan rizki.
(8) orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.
(9) mendatangkan cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.
(10) mendekatkan diri pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.
(11) mendatangkan inabah, yaitu kembali pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah dalam setiap keadaan.
(12) seseorang akan semakin dekat  pada Allah sesuai dengan kadar dzikirnya pada Alalh ‘azza wa jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun akan semakin jauh dari-Nya.
(13) semakin bertambah ma’rifah (mengenal Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah ma’rifah seseorang pada Allah.
(14) mendatangkan rasa takut pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir, akan semakin terhalangi dari rasa takut pada Allah.
(15) meraih apa yang Allah sebut dalam ayat,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
Ingatlah pada-Ku, maka Aku akan melihat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152). Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.
(16) hati akan semakin hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟
Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”
(17) hati dan ruh semakin kuat. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-.
(18) dzikir menjadikan hati semakin kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati adalah disebabkan karena lalai dari dzikir pada Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dzikir, taubat dan istighfar.
(19) menghapus dosa karena dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus kejelekan.
(20) menghilangkan kerisauan. Kerisauan ini dapat dihilangkan dengan dzikir pada Allah.
(21) ketika seorang hamba rajin mengingat Allah, maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia butuh.
(22) jika seseorang mengenal Allah dalam  keadaan lapang, Allah akan mengenalnya dalam keadaan sempit.
(23) menyelematkan seseorang dari adzab neraka.
(24) dzikir menyebabkan turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat.
(25) dzikir menyebabkan lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, perbuatan keji dan batil.
(26) majelis dzikir adalah majelis para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis setan.
(27) orang yang berzikir begitu bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
(28) akan memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di hari kiamat.
(29) karena tangisan orang yang berdzikir, maka Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di hari kiamat yang amat panas.
(30) sibuknya seseorang pada dzikir adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan pada peminta-minta.
(31) dzikir adalah ibadah yang paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia.
(32) dzikir adalah tanaman surga.
(33) pemberian dan keutamaan yang diberikan pada orang yang berdzikir, tidak diberikan pada amalan lainnya.
(34) senantiasa berdzikir pada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19)
(35) dzikir adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan hari berbangkit.
(36) dzikir adalah ro’sul umuur (inti segala perkara). Siapa yang dibukakan baginya kemudahan dzikir, maka ia akan memperoleh berbagai kebaikan. Siapa yang luput dari pintu ini, maka luputlah ia dari berbagai kebaikan.
(37) dzikir akan memperingatkan hati yang tertidur lelap. Hati bisa jadi sadar dengan dzikir.
(38) orang yang berdzikir akan semakin dekat dengan Allah dan bersama dengan-Nya. Kebersamaan di sini adalah dengan kebersamaan yang khusus, bukan hanya sekedar Allah itu bersama dalam arti mengetahui atau meliputi. Namun kebersamaan ini menjadikan lebih dekat, mendapatkan perwalian, cinta, pertolongan dan taufik Allah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl: 128)
وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 249)
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69)
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At Taubah: 40)
(39) dzikir itu dapat menyamai seseorang yang memerdekakan budak, menafkahkan harta, dan menunggang kuda di jalan Allah, serta juga dapat menyamai seseorang yang berperang dengan pedang di jalan Allah.
Sebagaimana terdapat dalam hadits,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . فِى يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ
Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli syain qodiir dalam sehari sebanyak 100 kali, maka itu seperti memerdekakan 10 budak.[1]
(40) dzikir adalah inti dari bersyukur. Tidaklah bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang enggan berdzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,
« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).[2] Dalam hadits ini digabungkan antara dzikir dan syukur. Begitu pula Allah Ta’ala menggabungkan antara keduanya dalam firman Allah Ta’ala,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152). Hal ini menunjukkan bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih bahagia dan keberuntungan.
(41) makhluk yang paling mulia adalah yang bertakwa yang lisannya selalu basah dengan dzikir pada Allah. Orang seperti inilah yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Ia pun menjadikan dzikir sebagai syi’arnya.
(42) hati itu ada yang keras dan meleburnya dengan berdzikir pada Allah. Oleh karena itu, siapa yang ingin hatinya yang keras itu sembuh, maka berdzikirlah pada Allah.
Ada yang berkata kepada Al Hasan, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadukan padamu akan kerasnya hatiku.” Al Hasan berkata, “Lembutkanlah dengan dzikir pada Allah.”
Karena hati  ketika semakin lalai, maka semakin keras hati tersebut. Jika seseorang berdzikir pada Allah, lelehlah kekerasan hati tersebut sebagaimana timah itu meleleh dengan api. Maka kerasnya hati akan meleleh semisal itu, yaitu dengan dzikir pada Allah ‘azza wa jalla.
(43) dzikir adalah obat hati sedangkan lalai dari dzikir adalah penyakit hati. Obat hati yang sakit adalah dengan berdzikir pada Allah.
Mak-huul, seorang tabi’in, berkata, “Dzikir kepada Allah adalah obat (bagi hati). Sedangkan sibuk membicarakan (‘aib) manusia, itu adalah penyakit.”
(44) tidak ada sesuatu yang membuat seseorang mudah meraih nikmat Allah dan selamat dari murka-Nya selain dzikir pada Allah. Jadi dzikir adalah sebab datangnya dan tertolaknya murka Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7). Dzikir adalah inti syukur sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Sedangkan syukur akan mendatangkan nikmat dan semakin bersyukur akan membuat nikmat semakin bertambah.
(45) dzikir menyebabkan datangnya shalawat Allah dan malaikatnya bagi orang yang berdzikir. Dan siapa saja yang mendapat shalawat (pujian) Allah dan malaikat, sungguh ia telah mendapatkan keuntungan yang besar. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42) هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (43)
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Ahzab: 41-43)
(46) dzikir kepada Allah adalah pertolongan besar agar seseorang mudah melakukan ketaatan. Karena Allah-lah yang menjadikan hamba mencintai amalan taat tersebut, Dia-lah yang memudahkannya dan menjadikan terasa nikmat melakukannya. Begitu pula Allah yang menjadikan amalan tersebut sebagai penyejuk mata, terasa nikmat dan ada rasa gembira. Orang yang rajin berdzikir tidak akan mendapati kesulitan dan rasa berat ketika melakukan amalan taat tersebut, berbeda halnya dengan orang yang lalai dari dzikir. Demikianlah banyak bukti yang menjadi saksi akan hal ini.
(47) dzikir pada Allah akan menjadikan kesulitan itu menjadi mudah, suatu yang terasa jadi beban berat akan menjadi ringan, kesulitan pun akan mendapatkan jalan keluar. Dzikir pada Allah benar-benar mendatangkan kelapangan setelah sebelumnya tertimpa kesulitan.
(48) dzikir pada Allah akan menghilangkan rasa takut yang ada pada jiwa dan ketenangan akan selalu diraih. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan selalu merasa takut dan tidak pernah merasakan rasa aman.
(49) dzikir akan memberikan seseorang kekuatan sampai-sampai ia bisa melakukan hal yang menakjubkan. Itulah karena disertai dengan dzikir. Contohnya adalah Ibnu Taimiyah yang sangat menakjubkan dalam perkataan, tulisannya, dan kekuatannya. Tulisan Ibnu Taimiyah yang ia susun sehari sama halnya dengan seseorang yang menulis dengan menyalin tulisan selama seminggu atau lebih. Begitu pula di medan peperangan, beliau terkenal sangat kuat. Inilah suatu hal yang menakjubkan dari orang yang rajin berdzikir.
(50) orang yang senantiasa berdzikir ketika berada di jalan, di rumah, di lahan yang hijau, ketika safar, atau di berbagai tempat, itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi di hari kiamat. Karena tempat-tempat tadi, gunung dan tanah, akan menjadi saksi bagi seseorang di hari kiamat. Kita dapat melihat hal ini pada firman Allah Ta’ala,
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5)
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (menjadi begini)?", pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS. Az Zalzalah: 1-5)
(51) jika seseorang menyibukkan diri dengan dzikir, maka ia akan terlalaikan dari perkataan yang batil seperti ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), perkataan sia-sia, memuji-muji manusia, dan mencela manusia. Karena lisan sama sekali tidak bisa diam. Lisan boleh jadi adalah lisan yang rajin berdzikir dan boleh jadi adalah lisan yang lalai. Kondisi lisan adalah salah satu di antara dua kondisi tadi. Ingatlah bahwa jiwa jika tidak tersibukkan dengan kebenaran, maka pasti akan tersibukkan dengan hal yang sia-sia.[3]
Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.
»»  read more

Sifat Penuntut Ilmu, Rajin Shalat Malam

 
amalan_menuntut_ilmuDi pagi ini, kami mendapatkan pelajaran menarik dari Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdilllah bin Baz rahimahullah. Beliau memberikan faedah menarik bahwa orang yang berilmu bukanlah hanya memperbanyak ilmu saja, tahu berbagai macam hukum atau berbagai macam fadhilah amal. Namun mereka juga adalah orang yang memperhatikan amalan dari ilmu yang telah mereka ketahui dan pahami. Jika mereka tahu bahwa shalat malam (shalat tahajud) itu adalah utama, mereka pun selalu menjaganya. Walaupun kita tahu bersama shalat tahajud hanyalah sunnah. Perhatikan fatwa Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berikut ini.
Si penanya menuturkan, “Sungguh banyak dari para penuntut ilmu saat ini yang mengetahui banyak hal tentang fadhilah amal, tahu pula ganjarannya. Di antara yang mereka tahu adalah keutamaan shalat malam. Namun sayangnya mereka tidak melakukannya. Mereka hanya sekedar berilmu, namun jauh dari amal.”
Syaikh rahimahullah lantas menjelaskan,
“Amalan yang  dijelaskan fadhilah (keutamaan) di dalamnya ada dua macam. Pertama adalah amalan wajib. Seorang muslim –baik dia itu orang yang berilmu atau bukan- wajib memperhatikan hal ini, dengan ia bertakwa kepada Allah untuk menjalankan yang wajib. Ia wajib menjaga shalat lima waktu, menunaikan zakat, dan menunaikan kewajiban lainnya. Kedua adalah amalan sunnah (mustahab). Contohnya adalah menunaikan shalat malam, shalat Dhuha, dan shalat sunnah lainnya. Seorang mukmin dituntut untuk bersemangat dalam melakukan amalan sunnah tersebut. Lebih-lebih lagi jika dia adalah orang yang berilmu. Orang yang berilmu adalah orang yang jadi teladan (qudwah). Seandainya ia sibuk atau meninggalkan amalan tadi di sebagian waktu, maka itu tidak mengapa karena amalan tadi hanyalah amalan sunnah. Namun sifat orang yang berilmu (yang ‘alim) dan yang istimewa adalah selalu memperhatikan dan menjaga amalan sunnah seperti shalat malam, shalat Dhuha, shalat rawatib dan berbagai bentuk kebaikan lainnya.” [Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah, juz ke-8][1]
Kalau kita perhatikan penuntut ilmu saat ini, ada sebagian di antara mereka yang malah bangun shubuh saja susah, ada yang seringkali ikut jama’ah kedua. Selain ibadah, akhlaknya pun terhadap ortu, terhadap tetangga, terhadap sesama, amat jelek. Ilmu sekedar tambah wawasan. Datang pengajian hanya sekedar tambah pesona. Wallahul musta’an.
Ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
القُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
Al Qur’an akan menjadi hujjah (yang akan membela) engkau atau akan menjadi bumerang yang akan menyerangmu.” (HR Muslim no 223). Dari sini menunjukkan bahwa apa yang kita ilmui bisa jadi bumerang bagi kita sendiri karena tidak kita amalkan.
Lalu di akhirat kelak, kita akan ditanya di manakah ilmu tersebut kita amalkan. Dalam hadits Ibnu Mas’ud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
Kedua kaki anak Ibnu Adam tidaklah bergeser pada hari kiamat di sisi Rabbnya hingga ia ditanya lima perkara: [1] umurnya, di mana ia habiskan, [2] waktu mudahnya, di mana ia manfaatkan, [3, 4] hartanya, bagaimana ia memperolehnya dan di mana ia infakkan, [5] amalan dari ilmu yang ia ketahui.” (HR. Tirmidzi no. 2416, hasan kata Syaikh Al Albani)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
كُلُّ عِلْمٍ وَعَمَلٍ لاَ يَزِيْدُ الإِيمَانَ واليَقِيْنَ قُوَّةً فَمَدْخُوْلٌ، وَكُلُّ إِيمَانٍ لاَ يَبْعَثُ عَلَى الْعَمَلِ فَمَدْخُوْلٌ
Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah kekuatan dalam keimanan dan keyakinan maka telah termasuki (terkontaminasi), dan setiap iman yang tidak mendorong untuk beramal maka telah termasuki (tercoreng).”( Al Fawa’id, hal. 86)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam Fatawanya,
وَإِذَا أَصَرَّ عَلَى تَرْكِ مَا أُمِرَ بِهِ مِنْ السُّنَّةِ وَفِعْلِ مَا نُهِيَ عَنْهُ فَقَدْ يُعَاقَبُ بِسَلْبِ فِعْلِ الْوَاجِبَاتِ حَتَّى قَدْ يَصِيرُ فَاسِقًا أَوْ دَاعِيًا إلَى بِدْعَةٍ
Seseorang jika terus meninggalkan sunah yang diperintahkan dan melakukan perkara yang terlarang maka bisa jadi dia dihukum (oleh Allah) dengan meninggalkan hal-hal yang wajib, hingga akhirnya bisa jadi ia menjadi orang fasik atau orang yang menyeru kepada bid’ah.” (Majmu’ Al-Fatawa, 22/306)
Pernah ada seseorang yang bertanya (masalah agama) kepada Abu Ad-Darda’, maka Abu Ad-Darda’ berkata kepadanya: “Apakah semua masalah agama yang kau tanyakan kau amalkan?” Orang itu menjawab: “Tidak.” Maka Abu Ad-Darda’ menimpalinya: “Apa yang engkau lakukan dengan menambah hujjah yang akan menjadi bumerang bagimu?” (Al-Muwaafaqaat 1/82 sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abdil-Bar dalam Al-Jami’ no 1232).[2]
Semoga Allah melengkapi kita dengan ilmu dan amal, serta menjauhkan kita dari sifat beramal tanpa ilmu dan menjauhkan pula dari sifat banyak berilmu, namun enggan mempraktekkan dalam amalan.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
»»  read more

Terputis Amalan Selain Tiga Perkara

 
amal_jariyahIlmu agama yang bermanfaat, anak sholeh yang selalu mendoakan ortunya dan sedekah jariyah adalah di antara amalan yang bermanfaat bagi mayit walaupun ia sudah di alam kubur. Simak sajian singkat berikut. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Faedah dari hadits di atas:
Pertama: Jika manusia itu mati, amalannya terputus. Dari sini menunjukkan bahwa seorang muslim hendaklah memperbanyak amalan sholeh sebelum ia meninggal dunia.
Kedua: Allah menjadikan hamba sebab sehingga setelah meninggal dunia sekali pun ia masih bisa mendapat pahala, inilah karunia Allah.
Ketiga: Amalan yang masih terus mengalir pahalanya walaupun setelah meninggal dunia, di antaranya:
a. Sedekah jariyah, seperti membangun masjid, menggali sumur, mencetak buku yang bermanfaat serta berbagai macam wakaf yang dimanfaatkan dalam ibadah.
b. Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu agama) yang ia ajarkan pada orang lain dan mereka terus amalkan, atau ia menulis buku agama yang bermanfaat dan terus dimanfaatkan setelah ia meninggal dunia.
c. Anak yang sholeh karena anak sholeh itu hasil dari kerja keras orang tuanya. Oleh karena itu, Islam amat mendorong seseorang untuk memperhatikan pendidikan anak-anak mereka dalam hal agama, sehingga nantinya anak tersebut tumbuh menjadi anak sholeh. Lalu anak tersebut menjadi sebab, yaitu ortunya masih mendapatkan pahala meskipun ortunya sudah meninggal dunia.
Keempat: Di antara kebaikan lainnya yang bermanfaat untuk mayit muslim setelah ia meninggal dunia yang diberikan orang yang masih hidup adalah do’a kebaikan yang tulus kepada si mayit tersebut. Do’a tersebut mencakup do’a rahmat, ampunan, meraih surga, selamat dari siksa neraka dan berbagai do’a kebaikan lainnya.
Kelima: Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamatau anak sholeh yang mendo’akannya”, tidaklah dipahami bahwa do’a yang manfaat hanya dari anak saja. Bahkan do’a kebaikan orang lain untuk si mayit tersebut tetap bermanfaat insya Allah. Oleh karena itu, kaum muslimin disyari’atkan melakukan shalat jenazah terhadap mayit lalu mendo’akan mayit tersebut walaupun mayit itu bukan ayahnya.
Keenam: Dalam hadits terdapat isyarat adanya keutamaan menikah, juga terdapat dorongan untuk menikah dan memperbanyak keturunan supaya mendapatkan keturunan sholeh (sehingga bermanfaat nantinya ketika kita telah meninggal dunia, pen).
»»  read more

Cipika - Cipiki (cium pipi) jika Bertemu

 
saudi_man_kissingKalau berada di tanah Arab, kita akan melihat tingkah laku muda-mudi sampai kalangan orang tua yang setiap kali bertemu menempelkan pipinya ke saudaranya (alias cipika-cipiki = cium pipi kanan, cium pipi kiri). Ini hal yang wajar yang sehari-hari dapat kita saksikan. Namun ini hanya berlaku untuk sesama jenis. Mereka akan menempelkan pipinya ke pipi saudaranya. Ada yang melakukan dengan menempel pipinya ke pipi saudaranya yang kanan sekali, lalu dilanjutkan di bagian pipi kirinya sebanyak tiga kali. Atau pula tingkah semacam ini kita saksikan di kalangan sebagian orang di negeri kita. Bagaimana ajaran Islam menilai trend semacam ini? Ulama Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) mengkritik trend semacam itu yang dapat kita saksikan dalam fatwa berikut ini. Pertanyaan:
Ada sebuah trend di kalangan pemuda ketika bertemu setiap saat, mereka akan saling mencium pipi. Trend ini telah berkembang pula di antara para orang tua, di masjid dan di jalan-jalan. Apakah hal ini bertentangan dengan sunnah (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) ataukah perbuatan semacam ini tidak haram? Ataukah hal semacam ini tergolong bid’ah, atau termasuk dosa, atau mungkin diizinkan (dalam Islam)? Kami sangat ingin para ulama yang memahami hal ini secara detail.
Jawaban:
Apa yang diajarkan (Islam) ketika bertemu adalah memberi salam dan berjabat tangan. Namun jika bertemu setelah melakukan perjalanan jauh (safar) yang dituntunkan adalah saling berpelukan. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bertemu biasanya mereka bersalaman satu dan lainnya. Dan jika kembali dari perjalanan, mereka saling berpelukan.
Adapun mengenai mencium pipi yang ditanyakan, kami tidak mengetahui adanya ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan hal itu.
Wa billahit taufiq. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
»»  read more

Dzikir sebelum tidur


dzikir_sebelum_tidurBerikut ada 13 dzikir yang sangat bermanfaat sekali diamalkan sebelum tidur. Moga tidur kita menjadi lebih berkah dan tidur tersebut bernilai ibadah serta aman dari gangguan setan dengan izin Allah. Semoga bermanfaat. [1]
Mengumpulkan dua tapak tangan. Lalu ditiup dan dibacakan surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas. Kemudian dengan dua tapak tangan mengusap tubuh yang dapat dijangkau, dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan. Kemudian hal ini diulang sampai tiga kali.[1]
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Ilah yang bergantung kepada- Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (QS. Al Ikhlas: 1-4)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ  وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai Subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”. (QS. Al Falaq: 1-5)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia.” (QS. An Naas: 1-6)
[2]
Membaca ayat kursi sekali.[2]
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ، مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ، وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا، وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa seizin-Nya. Dia mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Al Baqarah: 255)
[3]
Membaca Surat Al Baqarah ayat 285-286.
آَمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ * لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami ta'at". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".[3]
[4]
بِاسْمِكَ رَبِّيْ وَضَعْتُ جَنْبِيْ، وَبِكَ أَرْفَعُهُ، فَإِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِيْ فَارْحَمْهَا، وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ.
Dengan nama Engkau, wahai Rabbku, aku meletakkan lambungku. Dan dengan namaMu pula aku bangun daripadanya. Apabila Engkau menahan rohku (mati), maka berilah rahmat padanya. Tapi, apabila Engkau melepaskannya, maka peliharalah, sebagaimana Engkau memelihara hamba-hambaMu yang shalih.” (dibaca 1 x)[4]
[5]
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ خَلَقْتَ نَفْسِيْ وَأَنْتَ تَوَفَّاهَا، لَكَ مَمَاتُهَا وَمَحْيَاهَا، إِنْ أَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا، وَإِنْ أَمَتَّهَا فَاغْفِرْ لَهَا. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ.
Ya Allah! Sesungguhnya Engkau menciptakan diriku, dan Engkaulah yang akan mematikannya. Mati dan hidupnya hanya milikMu. Apabila Engkau menghidupkannya, maka peliharalah. Apabila Engkau mematikannya, maka ampunilah. Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepadaMu keselamatan.” (dibaca 1 x)[5]
[6]
اَللَّهُمَّ قِنِيْ عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ.
Ya Allah! Jauhkanlah aku dari siksaanMu pada hari Engkau membangkitkan hamba-hambaMu.” (Dibaca 3 x).”[6]
[7]
بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوْتُ وَأَحْيَا.
Dengan namaMu, ya Allah! Aku mati dan hidup.”[7]
[8]
سُبْحَانَ اللهِ (33×)
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ (33×)
وَاللهُ أَكْبَرُ (33×)
Maha Suci Allah (33 x), Segala puji bagi Allah (33 x), Allah Maha Besar (33 x).”[8]
[9]
اَللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ اْلآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اِقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ.
Ya Allah, Tuhan yang menguasai langit yang tujuh, Tuhan yang menguasai arasy yang agung, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu. Tuhan yang membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah, Tuhan yang menurunkan kitab Taurat, Injil dan Furqan (Al-Qur’an). Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau memegang ubun-ubunnya. Ya Allah, Engkau-lah yang pertama, sebelumMu tidak ada sesuatu. Engkaulah yang terakhir, setelahMu tidak ada sesuatu. Engkau-lah yang ahir, tidak ada sesuatu di atasMu, Engkau-lah yang Batin, tidak ada sesuatu yang menghalangiMu, lunasilah utang kami dan berilah kami kekayaan hingga terlepas dari kefakiran.”[9]
[10]
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَكَفَانَا وَآوَانَا، فَكَمْ مِمَّنْ لاَ كَافِيَ لَهُ وَلاَ مُؤْوِيَ.
Segala puji bagi Allah yang memberi makan kami, memberi minum kami, mencukupi kami, dan memberi tempat berteduh. Berapa banyak orang yang tidak mendapatkan siapa yang memberi kecukupan dan tempat berteduh.”[10]
[11]
اَللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا أَوْ أَجُرُّهُ إِلَى مُسْلِمٍ.
Ya Allah, Tuhan yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Tuhan pencipta langit dan bumi, Tuhan yang menguasai segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan diriku, kejahatan setan dan balatentaranya, atau aku berbuat kejelekan pada diriku atau aku mendorongnya kepada seorang Muslim.[11]
[12]
Membaca “alif lam mim tanzil” (surat As-Sajdah) dan “tabaarokal ladzii biyadihil mulk” (surat Al Mulk).[12]
[13]
اَللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِيْ إِلَيْكَ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِيْ إِلَيْكَ، وَوَجَّهْتُ وَجْهِيَ إِلَيْكَ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِيْ إِلَيْكَ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِيْ أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِيْ أَرْسَلْتَ.
Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepadaMu, aku menyerahkan urusanku kepadaMu, aku menghadapkan wajahku kepadaMu, aku menyandarkan punggungku kepadaMu, karena senang (mendapatkan rahmatMu) dan takut pada (siksaanMu, bila melakukan kesalahan). Tidak ada tempat perlindungan dan penyelamatan dari (ancaman)Mu, kecuali kepadaMu. Aku beriman pada kitab yang telah Engkau turunkan, dan (kebenaran) NabiMu yang telah Engkau utus.” Apabila Engkau meninggal dunia (di waktu tidur), maka kamu akan meninggal dunia dengan memegang fitrah (agama Islam)”.[13]


Baca artikel "Adab Sebelum Tidur" di sini.

References:
Hish-nul Muslim min Adzkar Al Kitab was Sunnah, Syaikh Sa’ad bin Wahf Al Qohthoni
Tash-hih Syarh Hish-nul Muslim min Adzkar Al Kitab was Sunnah, Majdi bin ‘Abdul Wahab Al Ahmad, terbitan Maktabah Al Malik Fahd Al Wathoniyah, cetakan keempat, 1430 H, hal. 184-198.

Riyadh-KSA, before journey to Indonesia, 9 Jumadil Ula 1432 H (12/04/2011)
www.rumaysho.com



[1] Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata,  “Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” HR. Bukhari 9/62 bersama Fathul Baari (no. 5017) dan Muslim (4/1723, 2192)
[2] Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menugaskan aku menjaga harta zakat Ramadhan kemudian ada orang yang datang mencuri makanan namun aku merebutnya kembali, lalu aku katakan, "Aku pasti akan mengadukan kamu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam". Lalu Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu menceritakan suatu hadits berkenaan masalah ini. Selanjutnya orang yang datang kepadanya tadi berkata, "Jika kamu hendak berbaring di atas tempat tidurmu, bacalah ayat Al Kursi karena dengannya kamu selalu dijaga oleh Allah Ta'ala dan syetan tidak akan dapat mendekatimu sampai pagi". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Benar apa yang dikatakannya padahal dia itu pendusta. Dia itu syetan". HR. Bukhari no. 3275
[3]Barangsiapa membaca dua ayat tersebut pada malam hari, maka dua ayat tersebut telah mencukupkan-nya.” HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 9/94 dan  Muslim 1/554.
[4]Apabila seseorang di antara kalian bangkit dari tempat tidurnya kemudian ingin kembali lagi, hendaknya ia mengibaskan ujung kainnya tiga kali, dan menyebut nama Allah, karena ia tidak tahu apa yang ditinggalkannya di atas tempat tidur setelah ia bangkit. Apabila ia ingin berbaring, maka hendaknya ia membaca: ... (dzikir di atas).” HR. Al-Bukhari (11/126, no. 6320) dan Muslim (4/2084, no. 2714).
[5] HR. Muslim (4/2083, no. 2712), Ahmad dengan lafazh yang sama (2/79).
[6]Apabila Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam ingin tidur, beliau meletakkan tangannya yang kanan di bawah pipinya, kemudian membaca: … (dzikir di atas).” HR. Abu Dawud dengan lafazh hadits yang sama (4/311, no. 5045). Lihat Shahih At-Tirmidzi (3/143).
[7] HR. Bukhari bersama Fathul Baari (11/113, no. 6312) dan Muslim (4/2083, no. 2711) dari hadits Al Barro’ radhiyallahu ‘anhu.
[8] HR. Bukhari bersama Fathul Baari (7/71, no. 3705) dan Muslim (4/2091, no. 2727)
[9] HR. Muslim (4/2084, no. 2713).
[10] HR. Muslim (4/2085, no. 2715).
[11] HR. Abu Daud (4/317, no. 5083). Lihat Shahih At-Tirmidzi (3/142).
[12] HR. Tirmidzi no. 3404 dan An-Nasai dalam ‘Amal Al Yaum wal Lailah no. 707. Lihat Shahihul Jami’ (4/255, no. 4873)
[13] Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda kepada orang yang membaca do’a itu, “Jika kamu mati, maka kamu mati di atas fithrah.” HR. Al-Bukhari bersama Fathul Baari (11/113; no. 6313, 6315, 7488) dan Muslim (4/2081, no. 2710).
»»  read more

Doa antara adzan dan Iqomah, Doa yang Mustajab

 
doa_mustajab_terkabulkanMungkin sebagian kita belum mengetahui bahwa waktu antara adzan dan iqomah adalah waktu utama terkabulnya do’a. Sehingga karena ketidaktahuan setelah adzan malah disibukkan dengan hal lain yang tidak berfaedah. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa waktu tersebut adalah di antara waktu terkabulnya do’a (waktu ijabah). Oleh karena itu, sudah sepatutnya setiap orang memperhatikan waktu tersebut dan memanfaatkannya untuk banyak bermunajat dan memohon pada Allah yang Maha Mendengar setiap do’a.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الدُّعَاءَ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ فَادْعُوا
Sesungguhnya do’a yang tidak tertolak adalah do’a antara adzan dan iqomah, maka berdo’alah (kala itu).” (HR. Ahmad 3/155. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Waktu antara adzan dan iqomah adalah waktu yang barokah (penuh kebaikan) yang sudah sepantasnya seorang muslim menyibukkan diri untuk banyak berdo’a saat itu.
Kita lihat contoh dari ulama besar Saudi Arabia (pernah menjabat sebagai ketua Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia), Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah yang benar-benar menjaga amalan yang satu ini. Diceritakan oleh murid beliau, Sa’ad Ad Daud bahwasanya Syaikh rahimahullah setelah melakukan shalat sunnah dua raka’at (antara adzan dan iqomah), Syaikh Sa’ad ingin mengajukan suatu pertanyaan pada beliau rahimahullah. Syaikh Ibnu Baz rahimahullah lantas menjawab, “Wahai Sa’ad, ingatlah bahwa do’a antara adzan dan iqomah adalah do’a yang tidak tertolak.” Lihatlah beliau rahimahullah lebih ingin memanfaatkan waktu tersebut daripada melakukan hal lainnya karena menjawab pertanyaan dari Sa’ad bisa saja ditunda selesai shalat. Lihat pula bagaimana semangat beliau rahimahullah dalam mengamalkan hadits di atas.
Syaikhuna, Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah mengatakan, “Kebanyakan manusia malah meninggalkan do’a antara adzan dan iqomah. Mereka menyibukkan diri dengan tilawah Al Qur’an. Tidak ragu lagi bahwa membaca Al Qur’an adalah amalan yang mulia. Akan tetapi tilawah Al Qur’an bisa dilakukan di waktu lain. Menyibukkan diri dengan berdo’a dan berdzikir, itu lebih afdhol (lebih utama). Karena do’a yang dituntunkan pada waktu tertentu tentu lebih utama dari do’a yang dipanjatkan di tempat lain.”
Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni hafizhohullah mengatakan, “Namun dituntunkan jika bisa menggabungkan antara berdo’a dan membaca Al Qur’an kala itu. Alhamdulillah jika keduanya bisa dilakukan sekaligus.”
Setelah kita mengetahui hal ini, manfaatkanlah waktu tersebut untuk memanjatkan do’a. Moga Allah memperkenankan setiap do’a-do’a kita.
»»  read more

Saat hujan Turun kesempatan Emas Untuk Berdoa

 
doa_hujanSebagian orang tatkala memperhatikan hujan, ada yang sampai gelisah. Apalagi jika turunnya hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, mungkin ada meeting, janji atau yang lainnya. Sehingga yang terjadi adalah mengeluh dan mengeluh. Padahal jika kita merenung dan memahami hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, waktu hujan turun adalah saat mustajabnya do’a, artinya do’a semakin mudah terkabulkan. Ibnu Qudamah dalam Al Mughni[1]mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ
Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.[2]
Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ
Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.[3]
Do’a yang amat baik dibaca kala itu adalah memohon diturunkannya hujan yang bermanfaat. Do’a yang dipanjatkan adalah,
اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً
Allahumma shoyyiban naafi’aa [Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].
Itulah yang Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ucapkan ketika melihat turunnya hujan. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha,
إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ « اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”.[4]
Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits ini berisi anjuran untuk berdo’a ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin bertambah, begitu pula semakin banyak kemanfaatan.”
Al Khottobi mengatakan, ”Air hujan yang mengalir adalah suatu karunia.”[5]
Semoga dengan turunnya hujan semakin membuat kita bersyukur, bukan malah mengeluh. Manfaatkanlah moment tersebut untuk banyak memohon segala hajat pada Allah Ta’ala menyangkut urusan dunia dan akhirat. Jangan sia-siakan kesempatan untuk mendoakan kebaikan diri, istri, anak, kerabat serta kaum muslimin lainnya.
»»  read more

Saat hujan Turun kesempatan Emas Untuk Berdoa

 
doa_hujanSebagian orang tatkala memperhatikan hujan, ada yang sampai gelisah. Apalagi jika turunnya hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, mungkin ada meeting, janji atau yang lainnya. Sehingga yang terjadi adalah mengeluh dan mengeluh. Padahal jika kita merenung dan memahami hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, waktu hujan turun adalah saat mustajabnya do’a, artinya do’a semakin mudah terkabulkan. Ibnu Qudamah dalam Al Mughni[1]mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ
Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.[2]
Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ
Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.[3]
Do’a yang amat baik dibaca kala itu adalah memohon diturunkannya hujan yang bermanfaat. Do’a yang dipanjatkan adalah,
اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً
Allahumma shoyyiban naafi’aa [Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].
Itulah yang Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ucapkan ketika melihat turunnya hujan. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha,
إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ « اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”.[4]
Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits ini berisi anjuran untuk berdo’a ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin bertambah, begitu pula semakin banyak kemanfaatan.”
Al Khottobi mengatakan, ”Air hujan yang mengalir adalah suatu karunia.”[5]
Semoga dengan turunnya hujan semakin membuat kita bersyukur, bukan malah mengeluh. Manfaatkanlah moment tersebut untuk banyak memohon segala hajat pada Allah Ta’ala menyangkut urusan dunia dan akhirat. Jangan sia-siakan kesempatan untuk mendoakan kebaikan diri, istri, anak, kerabat serta kaum muslimin lainnya.
»»  read more

Mengenal Jenis Zikir

 
jenis_dzikirAda pelajaran yang amat menarik dari Ibnul Qayyim rahimahullah. Dalam kitab beliau Al Wabilush Shoyyib, juga kitab beliau lainnya yaitu Madarijus Salikin dan Jala-ul Afham dibahas mengenai berbagai jenis dzikir. Dari situ kita dapat melihat bahwa dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir seperti tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah) dan takbir (Allahu akbar) saja. Ternyata dzikir itu lebih luas dari itu. Mengingat-ingat nikmat Allah juga termasuk dzikir. Begitu pula mengingat perintah Allah sehingga seseorang segera menjalankan perintah tersebut, itu juga termasuk dzikir. Selengkapnya silakan simak ulasan berikut yang kami sarikan dari penjelasan beliau rahimahullah. Dzikir itu ada tiga jenis:
Jenis Pertama:
Dzikir dengan mengingat nama dan sifat Allah serta memuji, mensucikan Allah dari sesuatu yang tidak layak bagi-Nya.
Dzikir jenis ini ada dua macam:
Macam pertama: Sekedar menyanjung Allah seperti mengucapkan “subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar”, “subhanallah wa bihamdih”, “laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir”.
Dzikir dari macam pertama ini yang utama adalah apabila dzikir tersebut lebih mencakup banyak sanjungan dan lebih umum seperti ucapan “subhanallah ‘adada kholqih” (Maha suci Allah sebanyak jumlah makhluk-Nya). Ucapan dzikir ini lebih afdhol dari ucapan “subhanallah” saja.
Macam kedua: Menyebut konsekuensi dari nama dan sifat Allah atau sekedar menceritakan tentang Allah. Contohnya adalah seperti mengatakan, “Allah Maha Mendengar segala yang diucapkan hamba-Nya”, “Allah Maha Melihat segala gerakan hamba-Nya, “tidak mungkin perbuatan hamba yang samar dari  penglihatan Allah”, “Allah Maha menyayangi hamba-Nya”, “Allah kuasa atas segala sesuatu”, “Allah sangat bahagia dengan taubat hamba-Nya.”
Dan sebaik-baik dzikir jenis ini adalah dengan memuji Allah sesuai dengan yang Allah puji pada diri-Nya dan memuji Allah sesuai dengan yang Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji-Nya, yang di mana ini dilakukan tanpa menyelewengkan, tanpa menolak makna, tanpa menyerupakan atau tanpa memisalkan-Nya dengan makhluk.
Jenis Kedua:
Dzikir dengan mengingat perintah, larangan dan hukum Allah.
Dzikir jenis ini ada dua macam:
Macam pertama: Mengingat perintah dan larangan Allah, apa yang Allah cintai dan apa yang Allah murkai.
Macam kedua: Mengingat perintah Allah lantas segera menjalankannya dan mengingat larangan-Nya lantas segera menjauh darinya.
Jika kedua macam dzikir (pada jenis kedua ini) tergabung, maka itulah sebaik-baik dan semulia-mulianya dzikir. Dzikir seperti ini tentu lebih mendatangkan banyak faedah. Dzikir macam kedua (pada jenis kedua ini), itulah yang disebut fiqih akbar. Sedangkan dzikir macam pertama masih termasuk dzikir yang utama jika benar niatnya.
Jenis ketiga:
Dzikir dengan mengingat berbagai nikmat dan kebaikan yang Allah beri.

Dzikir dengan Hati dan Lisan
Dzikir bisa jadi dengan hati dan lisan. Dzikir semacam inilah yang merupakan seutama-utamanya dzikir.
Dzikir kadang pula dengan hati saja. Ini termasuk tingkatan dzikir yang kedua.
Dzikir kadang pula dengan lisan saja. Ini termasuk tingkatan dzikir yang ketiga.
Sebaik-baik dzikir adalah dengan hati dan lisan. Jika dzikir dengan hati saja, maka itu lebih baik dari dzikir yang hanya sekedar di lisan. Karena dzikir hati membuahkan ma’rifah, mahabbah (cinta), menimbulkan rasa malu, takut, dan semakin mendekatkan diri pada Allah. Sedangkan dzikir yang hanya sekedar di lisan tidak membuahkan hal-hal tadi.
Pelajaran
Jika kita perhatikan dengan seksama apa yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim di atas, dapat kita simpulkan bahwa duduk di majelis ilmu yang membahas bagaimana mengenal Allah melalui nama dan sifat-Nya, bagaimana mengetahui secara detail hukum-hukum Allah berupa perintah dan larangan-Nya, itu semua termasuk dzikir. Bahkan jika sampai ilmu itu membuahkan seseorang bersegera taat pada Allah dan menjauhi larangan-Nya, itu bisa menjadi dzikir yang utama sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim sebagai fiqih akbar. Namun jika sekedar mengilmuinya saja, itu pun sudah termasuk dzikir. Itu berarti bukan suatu hal yang sia-sia jika seseorang berlama-lama duduk di majelis ilmu untuk mendengarkan nasehat para ulama yang di mana di dalamnya dibahas hal yang lebih detail tentang Allah, dibahas pula berbagai perintah dan larangan-Nya. Ini sungguh merupakan dzikir yang amat utama.
Semoga Allah menganugerahkan pada kita semangat dan keistiqomahan untuk terus belajar dan tidak lalai dari dzikir pada-Nya.
»»  read more

Kuliah Sambil "Ngaji"

 
sand-clockSegala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Kegiatan kuliah terasa amat menyibukkan. Sibuk dengan berbagai tugas, harus buat presentasi, menyusun laporan praktikum dan lebih sibuk lagi jika sudah menginjak semester-semester akhir. Apakah mungkin kesibukan ini bisa dibarengi dengan menuntut ilmu agama? Jawabannya, mungkin sekali. Segala kemudahan itu datang dari Allah. Maka bisa saja seorang engineer menjadi pakar fiqih. Bisa jadi pula seorang ekonom menjadi pakar hadits. Atau seorang ahli biologi menjadi hafizh Al Qur’an. Semua itu bisa terwujud karena anugerah dan kemudahan dari Allah.

Realitas, Lebih Banyak Menyia-nyiakan Waktu
Mahasiswa sebenarnya punya banyak waktu senggang. Cuma sebagian mahasiswa saja yang benar-benar menyia-nyiakan waktunya. Tidak setiap saat ia mesti mendapatkan tugas. Tidak setiap hari mesti kerjakan laporan praktikum. Mahasiswa yang tidak pintar membagi waktu saja yang selalu “sok sibuk”.
Sebagian mahasiswa masih bisa menyisihkan waktu untuk renang dengan shohib dekatnya. Ia masih sempat juga untuk fitness meskipun di kala laporan praktikum menumpuk. Ia juga masih sempat berpetualang menjelajah berbagai gunung meskipun minggu depan ada ujian mid. Ia masih bisa begadang semalam suntuk untuk menanti pertandingan Liga Champions meskipun katanya ada banyak tugas yang mesti diselesaikan. Sebagiannya pula bisa menyisihkan waktu untuk update status setiap jam di FB (Facebook), twitter dan semacamnya. Mau tidur, mau makan, mau renang, bahkan mau ke WC sekali pun bisa ada statusnya di jejaring sosial tadi. Namun soal ngaji (istilah untuk mendalami ilmu agama) bisa menjadi nomor sekian baginya. Padahal aneh kan, hal-hal tadi bisa ia lakukan. Sedangkan berkaitan dengan urusan akhiratnya di mana ia wajib mempelajari Islam karena ibadah-ibadah tertentu akan ia lewati setiap harinya. Setiap muslim tentu mesti mengetahui bagaimanakah ia harus berwudhu yang benar sehingga shalatnya pun bisa sah. Ia pun  harus tahu apa saja yang termasuk pembatal-pembatal shalat, sehingga shalatnya tidak jadi sia-sia. Ia pun harus tahu bagaimana mandi wajib.
Lihatlah mereka bisa menyisihkan waktu untuk hal-hal dunia yang kadang sia-sia. Namun untuk hal yang menyangkut akhirat mereka, di mana tentu ini lebih urgent, mereka tidak bisa membagi waktu dengan baik. Benarlah firman Allah Ta’ala,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar Ruum: 7).
Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi hafizhohullah menjelaskan, “Mereka mengetahui kehidupan dunia secara lahiriah saja seperti mengetahui bagaimana cara mengais rizki dari pertanian, perindustrian dan perdagangan. Di saat itu, mereka benar-benar lalai dari akhirat. Mereka sungguh lalai terhadap hal yang wajib mereka tunaikan dan harus mereka hindari, di mana penunaian ini akan mengantarkan mereka selamat dari siksa neraka dan akan menetapi surga Ar Rahman.” (Aysarut Tafasir, 4/124-125)

Beberapa Sampel
Beberapa orang bisa membuktikan bahwa mereka di samping kuliah di pagi hari, sore harinya masih bisa “ngaji” (menuntut ilmu agama). Bahkan ada di antara mahasiswa yang bisa menjadi hafizh Al Quran dengan sempurna di masa kuliahnya. Ada pula yang bisa menguasai ilmu aqidah dengan baik padahal ia seorang dokter. Setelah kuliah pun ia bisa menyusun beberapa buku berkaitan dengan masalah aqidah dari hasil ia belajar di saat-saat kuliah dulu (paginya kuliah, sorenya ia duduk di majelis ilmu). Ada pula yang amat pakar dalam bahasa Arab dan menjadi seorang ustadz yang mumpuni dalam hal aqidah serta ilmu lainnya, padahal ia adalah sarjana biologi. Yang lainnya lagi adalah seorang dosen (lulus S3), namun tidak diragukan ia sangat mumpuni dalam ilmu hadits hasil dari belajar dulu  bersama beberapa ustadz di saat-saat ia kuliah. Bahkan di Arab Saudi sendiri ada seorang ulama yang dulunya adalah seorang yang belajar ilmu Teknik Kimia. Dan saat ini, beliau menjadi imam dan ulama yang jadi rujukan. Ia pun memiliki situs yang berisi berbagai fatwa yang sering dikunjungi dari berbagai negara. Ada lagi ulama yang dahulunya belajar ilmu teknik mesin. Saat lulus ia mendalami ilmu hadits dan menjadi hafizh al quran. Karya-karya beliau dalam tulisan pun amat banyak. Dua ulama yang kami sebutkan di sini adalah Syaikh Sholeh Al Munajjid dan Syaikh Musthofa Al Adawi hafizhohumallah.
Itu sekedar beberapa contoh riil yang kami ketahui. Kami yakin masih banyak contoh-contoh lainnya yang mungkin para pembaca sendiri mengetahuinya. Ini pertanda bahwa orang yang belajar ilmu umum (ilmu teknik, ekonomi, IT, dll) sebenarnya tidak terhalang untuk belajar agama bahkan bisa menjadi ulama atau pun ustadz karena kerajinannya di luar jam kuliah untuk mengkaji Islam. Itulah karunia Allah untuk mereka-mereka tadi.

Mulai Belajar Islam
Kalau sudah tahu demikian, Anda selaku mahasiswa seharusnya tidak usah ragu lagi untuk menaruh perhatian pada ilmu diin (ilmu agama). Cobalah mulai dengan mempelajari Islam mulai dari dasar. Terutama pelajarilah hal-hal yang wajib yang jika Anda tidak mengetahuinya maka bisa terjerumus dalam dosa atau bisa meninggalkan kewajiban. Inilah ilmu yang wajib dipelajari.
Selaku mahasiswa wajib punya ilmu aqidah dan tauhid yang benar sesuai dengan pemahaman generasi terbaik Islam (salafush sholeh). Cobalah mempelajari beberapa tulisan karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab seperti Qowa’idul Arba’ (empat kaedah memahami syirik), Tsalatsatul Ushul (tiga landasan dalam mengenal Allah, Islam dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), dan Kitab Tauhid (pelajaran tauhid dan syirik secara lebih detail). Kitab-kitab aqidah pun ada yang mudah dipelajari seperti Al ‘Aqidah Al Wasithiyah karya Ibnu Taimiyah dan Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah karya Abu Ja’far Ath Thohawiy.
Anda pun wajib mempelajari fiqih secara bertahap terutama pelajaran bagaimana cara wudhu yang benar, bagaimana cara mandi wajib, dan bagaimana shalat yang benar serta berbagai hal yang berkaitan dengan hal-hal tadi. Amat mudah jika Anda menguasai dari fiqh madzhab sebagaimana anjuran para ulama. Karena di negeri ini menganut madzhab Syafi’i, Anda bisa belajar dari berbagai kitab fiqh Syafi’iyah. Pelajari dari matan-matan yang ringkas seperti kitab Al Ghoyah wat Taqrib karya Abu Syuja’ dan Minhajuth Tholibin karya Imam An Nawawi. Inilah kitab dasar yang bisa Anda kuasai. Setelah itu bisa melanjutkan dengan kitab fiqih yang lebih advance dengan mendalami dalil-dalil lebih jauh. Baru setelah itu bisa menelaah berbagai pendapat ulama dan perselisihan mereka dalam hal fiqih sehingga akhirnya kita tidak fanatik pada satu madzhab atau satu imam. Anda pun bisa menguasai fiqih melalui berbagai buku hadits seperti dari kitab ‘Umdatul Ahkam karya ‘Abdul Ghoni Al Maqdisi dan kitab Bulughul Marom karya Ibnu Hajar Al Asqolani. Untuk memahami kitab-kitab fiqih ini, Anda bisa memiliki berbagai kitab syarh (penjelasan) dari masing-masing kitab.
Buku-buku yang kami sebutkan di atas sudah cukup mudah ditemukan saat ini di berbagai toko buku Islam bahkan sudah banyak yang diterjemahkan. Sehingga tidak ada alasan bagi yang belum menguasai bahasa Arab untuk terus belajar. Namun jika Anda sambil menguasai bahasa Arab terutama menguasai grammar-nya dalam ilmu Nahwu dan Sharaf itu lebih baik. Karena menguasai bahasa tersebut bisa membuat Anda meneliti lebih jauh kitab-kitab ulama secara lebih mandiri.
Selain mempelajari hal-hal di atas, tambahkan pula dengan mempelajari berbagai kitab akhlaq dan tazkiyatun nufus (manajemen hati). Juga janganlah sampai tinggalkan hafalan Al Qur’an. Karena orang yang menghafal Al Qur’an sungguh memiliki banyak keutamaan dan faedah di tengah-tengah umat. Lebih-lebih di akhirat hafalan Al Qur’an ini membuat dia lebih ditinggikan derajat di surga. Lalu para ulama pun menganjurkan untuk menghafal berbagai matan atau berbagai kitab ringkas seperti menghafalkan kitab kecil yang berisi 42 hadits yaitu Al Arba’in An Nawawiyah. Menghafal seperti ini memudahkan kita menguasai ilmu Islam dengan lebih mudah.

Sabar dalam Belajar
Kalau dilihat, terasa begitu banyak yang harus dipelajari. Sebenarnya tidak juga karena mempelajari berbagai buku di atas itu bertingkat-tingkat. Ada yang lebih dasar, baru setelah itu beranjak pada yang lebih lanjut. Jadi belajar yang baik adalah secara bertahap. Sehingga di sini butuh kesabaran dalam belajar dan belajar butuh waktu yang lama. Yang terbaik pula adalah belajar di majelis ilmu lewat guru. Lihatlah sya’ir Imam Asy Syafi’i,
أَخِي لَنْ تَنَالَ الْعِلْمَ إلَّا بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيكَ عَنْ تَفْصِيلِهَا بِبَيَانِ

ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَبُلْغَةٌ وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُولُ زَمَانٍ
Saudaraku … ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang akan saya beritahukan perinciannya : (1) kecerdasan, (2) semangat, (3) sungguh-sungguh, (4) berkecukupan, (5) bersahabat (belajar) dengan ustadz, (6) membutuhkan waktu yang lama.

Pintar Bagi Waktu
Modal yang penting “nyambi” belajar Islam adalah pintar membagi waktu. Cobalah membagi waktu mulai dari Shubuh hari sudah bisa menghafal Al Qur’an. Butuh satu jam untuk menyisihkan waktu kala itu. Setelah itu sediakan waktu untuk persiapan kuliah di pagi hari. Pukul 7 atau 8 sudah bisa berangkat ke kampus. Di waktu-waktu shalat atau waktu senggang saat di kampus bisa digunakan untuk muroja’ah Al Qur’an atau mengerjakan tugas-tugas kampus sehingga tidak menumpuk keesokan harinya. Pulang kampus di siang atau sore hari bisa istirahat sejenak untuk menghilangkan rasa capek. Di sore hari sehabis ‘Ashar bisa digunakan untuk mengikuti berbagai majelis ilmu sampai dengan waktu ‘Isya. Di waktu malam bisa digunakan untuk mengerjakan tugas kuliah. Sebelum tidur bisa digunakan menghafal berbagai matan, mengulang hafalan Al Qur’an atau mengulang pelajaran yang ikuti di kajian.
Jadi cuma kepintaran saja membagi waktu, niscaya kita bisa kuliah sambil “ngaji”. Dan jangan lupakan minta pertolongan Allah agar dimudahkan mempelajari agama di samping kuliah. Doa ini amat menolong. Jika kita memohon kemudahan pada Allah, pasti segala urusan tadi akan begitu mudah. Berbeda halnya jika kita bergantung pada diri sendiri yang begitu lemah.
Semoga Allah mudahkan kita selaku mahasiswa untuk dapat meraih keduanya, bahkan bisa menjadi pakar pula dalam ilmu agama dan bisa turut membantu dakwah agar tersebar seantero negeri kita ini.
»»  read more

 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.